USU

USU

Minggu, 28 Oktober 2012

  • kata-kata mengandung maknaatau nama yang menggolong -golongkan objek dan pikiran. gagasan filosofis dari immanuel kant memberikan landasan orientasi yang penting bagi antropologi simbolik dan antropologi semiotik. Kant mengklaim bahwa manusia tidak memiliki pemahaman langsung ke dunia nyata. Ia yakin bahwa hanya konsep-konsep intelektual tertentu yang murni, seperti kemungkinan, eksistensi, kebutuhan, substansi, penyebab, waktu dan tempat yang memberikan kemampuan kepada manusia untuk memiliki alat deskriktif untuk memperoleh pengetahuan mengenai dunia luar,
  • Dalam perspektif simbolik, kebudayaan adalah aspek yang bermakna mengenai realitas konkret atau relitas objektif dan yang akan datang(coming-to-be). Victor tunner (1975) mengelompokkan antropologi simbolik menjadi 2:
    1. kelompok yang memusatkan perhatian pada sistem abstrak yang meliputi ahli linguistik, strukturalis, dan antropologi kognitif.
    2. kelompok yang memusatkan perhatian pada simbol dan kelompok dinamika sosial, yang meliputi antropologi semiotik dan antropologi simbolik, sosiolinguistik, folkloris, dan kritikus sastra.
  • dengan berkembangyan kajian kognitif dan simbolik, proses mental pengamat (observer) maupun yang diamati (observed) ditambahkan kepada metodologi bagi memahami dan meneliti perilaku manusia. dalam perkembangan selanjutnya, kajian simbolik mulai memperhatikan pada logika internal dari tanda dan sistem simbol.
  • Dolgin, Kemnitzer, dan Schneider (1977) menjelaskan bahwa perangkat dan sub-perangkat simbol adalah instrumen bagi kemampuan kreatifitas manusia untuk digunakan dalam konteks-konteks yang berbeda, dan simbol-simbol tidak bisa ditafsirkan kedalam pengaruh mistikal tertentu yang secara otomatis mengendalikan manusia kedalam pemikiran dan tindakan yang ditentukan terlebih dahulu. Clifford Geertz menekankan bahwa antropologi seharusnya bergeser dari upaya melakukan eksplanasi menjadi upaya menemukan makna dan yang memandang penting simbol dalam penelitian antropologi.
  • Interpretivisme sebagai paradigma
    Antropologi simbolisme atau sering kali disebut antropologi interpretif atau antropologi humanistik, berupaya mengorientasikan kembali antropologi kebudayaan dari strategi menemukan eksplanasi kausal bagi perilaku manusia menjadi strategi untuk menenmukan interpretasi dan makna dalam rindakan manusia.
    Antropologi humanistik adalah mentalis dalam orientasinya, yang memandang kebudayaan sebagai sistem gagasan, nilai-nilai, dan makna.
    Greetz yakin bahwa antropologi harus didasari oleh realitas konkret, tetapi dari relitas ini antropologi dapat menemukan makna bukan prediksi yang didasarkan pada data empiris. kajian ideografik adalah khusus dan didasarkan pada kasus yang sedemikian rupa dapat menankap totalitas kehidupan dalam suatu masyarakat dalam kompleksitas dan variasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar